Senin, 23 Mei 2011

Masa Depan Demokrasi Indonesia Ada Di Reformasi Birokrasi

Sudah 13 tahun negeri ini mengalami demokratisasi. Elemen-elemen dasar demokrasi sudah dapat kita rasakan, tetapi hasilnya masih jauh dari harapan. Banyak yang setuju demokrasi bukanlah tujuan kita, demokrasi hanya sekedar cara. Tujuan kita berbangsa dan bernegara sudah tercantum dengan jelas dalam pembukaan UUD 1945, tetapi masihkan kita peduli akan tercapainya tersebut??! Mungkin banyak dari kita yang ingin tujuan nasional tersebut terwujud secepatnya, tapi maukah kita ikut ambil bagian dalam mewujudkan tujuan nasional tadi??!! Kalau jawaban anda "tidak" silakan berhenti membaca tulisan ini.

Dari Mana Kita Mulai?

Kita tentu ingin tahu peran apa yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan tujuan nasional, tetapi kita perlu tahu juga hal apa yang harus diubah untuk memudahkan kita mencapai tujuan itu. Kita bisa jadi warga negara kapan saja ketika kita sebagai individu bebas tunduk terhadap apa yang ditentukan oleh negara, oleh cita-cita para pendiri negara ini yang telah kita sepakati dengan berkomitmen mematuhi UUD, dan oleh aturan-aturan negara yang dibuat oleh pemerintah. Perlu diingat juga, -bahkan sebaiknya kita jadikan pegangan- bahwa mewujudkan tujuan nasional dengan mematuhi negara sama sekali tidak identik dengan mematuhi pemerintah, seandainya pemerintah menyeleweng dari tujuan nasional, kita sebagai warga negara harus melawannya, itulah kenapa terjadi Reformasi 1998. Tetapi peran kita sebagai warga negara sebenarnya lebih banyak terjadi ketika kita berhadapan dengan birokrasi, jujur saja, mungkin banyak dari kita yang akan melanggar aturan negara seandainya tidak ada aparat negara yang mengawasi kita, atau tidak ada kemungkinan bahwa aparat negara mengetahuinya.

Birokrasi adalah alat dari pemerintah, sedangkan pemerintah adalah alat negara. Bagaimana kita menilai suatu negara, kita dengan mudah melihat kerja pemerintahnya, bagaimana kita menilai pemerintahan, kita bisa melihat dari kerja birokrasinya. Kita dengan mudah menuduh pemerintah tidak becus ketika kita berhadapan dengan birokrasi yang lamban, koruptif, tidak ramah, tidak efisien, dsb. Kekecewaan kita terhadap birokrasi menyebabkan kita kecewa juga terhadap pemerintah, dan dalam skala yang lebih besar, kita akan kecewa terhadap proses politik yang menghasilkan pemerintahan itu. Kita menjadi warga negara yang apatis, tidak peduli terhadap kerja pemerintah, tidak mau memilih di pemilu. Semua itu akan menjadi efek domino dan segera berubah menjadi lingkaran setan, siklus keburukan. Jika sudah begitu, tentu kita akan selalu terjebak dalam keadaan yang jelek, korupsi, pengabaian hak-hak minoritas, pengangguran, kemiskinan, dsb. Bagaimana tujuan nasional bisa terwujud kalau kita sudah terjebak dalam kubangan negara gagal seperti itu, kita harus berbuat!!



Bagaimana Kita Mulai?

Secara sederhana kita sudah punya dua aktor penting untuk bersama-sama mewujudkan tujuan nasional. Warga Negara dan Birokrasi. Warga Negara pertama-tama harus mengetahui hak dan kewajibannya, secara ringkas hak WNI ada di Pasal 28 A sampai J, secara praktis misalnya, hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik, hak untuk membela diri, hak untuk mendapatkan perlindungan negara, dsb. Kewajiban kita, selain yang terdapat dalam aturan-aturan yang dibuat pemerintah, adalah berpartisipasi aktif dalam proses politik yang melibatkan kita, memastikan pemerintah bekerja sesuai dengan tujuan nasional, serta melawan dengan segenap kemampuan kita terhadap siapapun juga yang berusaha menggagalkan terwujudnya tujuan nasional, termasuk pemerintah sendiri, bila perlu.

Sedangkan untuk birokrasi, yang perlu dilakukan adalah berubah, ya, cukup satu itu saja, berubah. Tapi perubahan seperti apa yang diperlukan untuk menjadi birokrasi yang baik?... Ada baiknya jika kita simak betul-betul tulisan bagus tentang Reformasi Birokrasi di sini
Tugas kita sebagai warga negara dalam mewujudkan tujuan nasional ini akan lebih mudah ketika birokrasi sudah berubah. Birokrasi yang efektif, efisien, bersih, akuntabel, dan transparan akan memberikan kita kepercayaan terhadap proses politik yang berlangsung. Meski keputusan politik ada di tangan elit, kita bisa menentukan siapa saja yang akan menjadi elit dalam pemilu. Karena menekan elit politik yang berkualitas rendah untuk bekerja maksimal selama ini tidak membuahkan hasil, maka cara yang paling efektif adalah mendorong orang-orang berkualitas tinggi menjadi elit politik. Ketika kepercayaan kita terhadap proses politik sudah pulih, maka tentu kita akan lebih peduli dalam memilih siapa saja yang akan menjadi pejabat politik dan wakil kita di parlemen. Kepedulian kita terhadap proses politik itu sendiri secara tidak langsung menjadi sistem seleksi bagi calon-calon elit politik di legislatif maupun eksekutif. 

Tetapi persoalan yang dihadapi kita sekarang ini adalah sikap apatis terhadap proses politik karena merasa bahwa pemilu tidak akan menghasilkan elit-elit politik yang punya kualitas. Yang kita lihat dalam keseharian di waktu sekarang ini adalah elit-elit yang korup, boros, dusta, dan hanya tebar pesona. Sehingga banyak dari kita yang akhirnya kecewa dan merasa bahwa memilih atau tidak memilih keadaannya akan sama saja. Padahal sikap seperti itu yang pada akhirnya justru menghambat orang-orang berkualitas untuk mencalonkan diri sebagai elit politik, karena pemilih rasional justru menjauhi proses politik, sehingga mereka kalah dari calon-calon yang dengan liciknya memanfaatkan sistem untuk mencapai tujuannya melalui cara-cara curang, yang paling sering adalah politik uang.

Kembali lagi ke judul di atas, birokrasi yang ideal (atau yang mendekati ideal) adalah pintu gerbang untuk menuju konsolidasi demokrasi dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Karena birokrasi yang baik ini pada akhirnya akan dikenali terpisah oleh masyarakat, mereka akan menganggap birokrasi yang baik tadi sebagai miliknya, dan akan sekuat tenaga mencegah elit politik memilikinya, karena jika birokrasi yang baik ini dikuasai oleh elit-elit yang bobrok, birokrasinya dikhawatirkan juga terbawa bobrok, dan imbasnya adalah pelayanan kepada masyarakat jadi bobrok juga. Kepedulian inilah yang akhirnya mendorong masyarakat (kita kebanyakan) untuk lebih berhati-hati dalam memilih dalam pemilu.

Pada saat proses politik di tataran elit sudah berlangsung baik, supremasi sipil akan terus memegang kekuasaan, dan menjamin keberlangsungan demokrasi. Demokrasi itu sendiri pada akhirnya akan (lagi-lagi) memudahkan kita dalam mencapai tujuan nasional, walaupun mungkin dalam prakteknya tidak akan semulus tulisan ini, tetapi tidak ada salahnya untuk dicoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar