Kamis, 31 Januari 2013

Skenario Pasca-2014

Penangkapan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menghantam citra partai politik dan demokrasi sampai ke tanah. Partai dengan torehan positif yang relatif banyak (dibanding partai lain sekarang ini), ditambah citra bersih dan kader militan, ternyata menyimpan oknum koruptor. Petingginya pula. Lantas apa? Beginikah yang mampu dihasilkan demokrasi dan partai politik kita? Jawabannya: Belum Semua.

Pukulan Dari Pemilih

Yang paling berbahaya dari diterapkan sistem demokrasi adalah minimnya partisipasi politik. Demokrasi memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk berpartisipasi dalam politik, dari sekedar tulis surat pembaca sampai demonstrasi. Tetapi, aksi paling penting dari partisipasi itu adalah pada saat pemilu, karena pada saat itu warga (siapapun yang memenuhi syarat (biasanya dewasa)) menentukkan apa yang akan terjadi kepada negara ini ke depannya, melalui tokoh-tokoh yang dipilihnya dari partai politik. Tokoh-tokoh terpilih ini akan duduk dalam lembaga eksekutif dan legislatif untuk kemudian menjalankan negara. Lalu bagaimana kalau partisipasinya rendah?

Demokrasi memberi ruang bagi partisipasi yang setinggi-tingginya, kalaupun partisipasinya rendah, maka ruang itu tetap sama luasnya. Ruang kosong dari demokrasi ini akan dimanfaatkan oleh oligarki elit haus kekuasaan dengan segala cara, memanfaatkan sistem untuk bisa berkuasa. Bagaimana? Uang!. Kelas menengah yang saluran-saluran konsumsinya aman mungkin tidak akan peduli pada proses politik, padahal mereka punya kapasitas untuk tahu lebih jauh. Sementara, kelas bawah yang kelaparan dan kelas menengah picik akan selalu menerima "uluran tangan" elit2 rakus tadi. Dengan politik uang, mereka akan mengisi ruang kosong demokrasi yang ditinggalkan oleh kelas menengah. Untuk demokrasi tidak jadi soal, mereka akan tetap berjalan. Pemilu akan tetap diisi oleh pemilih, akan tetap ada elit yang terpilih.

Semua Curang

Ketika politik uang adalah cara utama untuk mendatangkan pemilih ke TPS, maka siapapun yang menang pasti tidak punya legitimasi. Sederhana, saya tau dia curang, karena saya juga curang. Maka saluran demokrasi yang lain akan bekerja, Demonstrasi. Sama seperti cara mendatangkan pemilih, demonstran juga datang karena dijemput oleh UANG. Pada akhirnya setiap parpol akan punya masa bayarannya sendiri-sendiri, dan mereka siap bertarung kapan saja. Demonstrasi akan terus terjadi dimana-mana, meluas dengan ekskalasi yang lebih besar, massa yang banyak dan semakin beringas, pada saat ini Demokrasi langsung sekarat.

Akan ada banyak kekacauan di seluruh penjuru negeri, bayangkan uang yang dikeluarkan oleh para calon, mereka harus menduduki jabatan untuk mengembalikannya. Tambah sedikit lagi modal untuk rekrut demonstran mungkin bisa membantu, tapi pergolakan yang terjadi tidak lagi soal dukung mendukung. Ini soal kalah menang dari masing-masing demonstran. Menjadi kepuasan diri dari demonstran bayaran ini pada setiap benda yang dihancurkan dan orang yang disakiti. Berlebihan tapi mungkin.

Kembalinya Militer

Di saat semua elemen-elemen demokrasi tidak mampu bekerja seperti parpol tanpa kader, civil society yang apatis, kerusuhan dimana-mana, siapa lagi yang mampu kelola? Masih ada satu institusi yang tersebar di seluruh penjuru negeri, dengan kohesi internal yang pasti jauh di atas rata-rata kelompok-kelompok yang masih tersisa, dengan organisasi yang rapi, dan yang terpenting - sumber kekuasaan - senjata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar